"Ikatlah Ilmu dengan menuliskannya".. ==> “Negeri yang kaya ternak, tidak pernah miskin. Negeri yang miskin ternak, tidak pernah kaya”. -Pepatah Arab-(dalam Campbell dan Lasley, 1985.<==

Sapi

Sapi ternak adalah hewan ternak anggota familia Bovidae dan subfamilia Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan. Hasil sampingan, seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga kemudian dimanfaatkan. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai untuk membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak.

Kerbau

Kerbau adalah binatang memamak biah yang masih termasuk dalam subkeluarga bovinae. Kerbau liar atau disebut juga Arni masih dapat ditemukan di daerah-daerah Pakistan, India, Bangladesh, Nepal, Bhutan, Vietnam, Cina, Filipina, Taiwan, Indonesia, dan Thailand. Penjinakan kerbau sangatlah umum di Asia, Amerika selatan, Afrika utara, dan Eropa.

Kambing

Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah subspesies kambing liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah "Bulan sabit yang subur" dan Turki) dan Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar.

Domba

Domba atau biri-biri (Ovis) adalah ruminansia dengan rambut tebal dan dikenal orang banyak karena dipelihara untuk dimanfaatkan rambut (disebut wol), daging, dan susunya. Yang paling dikenal orang adalah domba peliharaan (Ovis aries), yang diduga keturunan dari moufflon liar dari Asia Tengah selatan dan barat-daya. Untuk tipe lain dari domba dan kerabat dekatnya, lihat kambing antilop.

Kuda

Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) adalah salah satu dari sepuluh spesies modern mamalia dari genus Equus. Hewan ini telah lama merupakan salah satu hewan ternak yang penting secara ekonomis, dan telah memegang peranan penting dalam pengangkutan orang dan barang selama ribuan tahun.

Membedakan asal daging

Masih berkeliarannya kasus daging celeng/babi di masyarakat  merupakan pelajaran penting bagi konsumen, khususnya Muslim untuk mengenal lebih baik ciri-ciri penampakan berbagai jenis daging agar tidak tertipu. Konsumen biasanya terjebak dalam membedakan jenis-jenis daging hewan ternak besar karena memiliki penampakan yang mirip. Sedangkan hewan ternak kecil (unggas) mudah dibedakan karena jenis dagingnya sangat berbeda dengan hewan ternak besar.So..bagaimana membedakan daging-daging lain…

Daging sapi yang masih baik berwarna merah terang, seratnya halus dan lemaknya berwarna kekuningan. Daging yang kaku dan berwarna gelap menunjukkan bahwa penyembelihan dilakukan pada kondisi yang tidak tepat, misalnya hewan dalam keadaan stres atau kehabisan tenaga. Daging sapi yang berwarna coklat menandakan bahwa daging tersebut sudah terkena udara terlalu lama.

Daging kerbau yang baik berwarna merah tua, seratnya lebih kasar dibandingkan serat daging sapi, sedangkan lemaknya berwarna kuning dan keras. Umumnya tekstur daging kerbau lebih liat dari daging ternak lainnya karena disembelih pada umur tua.

Daging kambing berwarna lebih gelap dibandingkan warna daging sapi, dengan serat yang halus dan lembut. Lemaknya keras dan kenyal berwarna putih kekuningan. Daging kambing mudah dikenali karena baunya yang khas dan cukup keras.

Daging babi yang baik berwarna merah pucat (merah mawar) dengan serat yang halus dan kompak. Lemaknya berwarna putih jernih, lunak dan mudah mencair pada suhu ruang. Sedikit berbeda dengan daging babi hutan atau celeng yang memiliki tekstur lebih kasar dan warna lebih gelap. Sepintas lalu daging celeng ini lebih mirip dengan sapi. Namun daging tersebut memiliki aroma khas babi yang lebih kuat. Bau inilah yang bisa kita pergunakan untuk mengidentifikasi babi hutan.

Campuran

Para pelaku kejahatan daging ini mencoba berbagai cara untuk mengelabui konsumen. Caranya adalah dengan mencampur (mengoplos) daging celeng dengan daging sapi, sehingga aroma babi hutan bisa tertutupi oleh daging sapi yang dicampurkan tersebut. Untuk itu perlu kiat lain agar bisa mengidentifikasinya.


Dalam membuat oplosan daging tersebut biasanya dilakukan pencampuran berbagai asal daging (paha, punggung, dada, dan seterusnya). Oleh karena itu daging oplosan biasanya terdiri dari berbagai bagian tubuh hewan. Kadang malah sudah dipotong-potong kecil, sehingga tidak terlihat jelas lagi bagian daging apa yang ditawarkan penjual. Sementara daging sapi yang benar-benar berasal dari sapi disajikan dalam potongan-potongan besar yang mudah dikenali. Misalnya bagian paha, iga, singkil, atau punggung.

Inilah yang bisa kita kenali untuk membedakan antara daging sapi dan daging oplosan (sapi dan celeng). Oleh karena itu ketika akan membeli daging sebaiknya dipilih yang masih kelihatan wujudnya. Biasanya oleh pedagang daging tersebut digantung sesuai dengan bagiannya masing-masing. Sebaiknya dihindari daging campuran yang sudah tidak bisa diidentifikasi bagian-bagiannya. Apalagi jika sudah dicacah atau dipotong kecil-kecil dengan bentuk yang beraneka ragam.

Masalahnya yang sulit dibedakan adalah pada daging giling. Pada kasus tersebut sulit membedakan antara daging sapi asli dan daging oplosan. Dengan mata biasa keduanya akan terlihat sama saja. Sebenarnya dengan analisa laboratorium kita bisa mengenali daging oplosan ini. Namun bagi masyarakat awam hal ini sulit dilakukan. Oleh karena itu informasi asal-usul daging giling ini perlu ditelusuri secara lebih hati-hati.

Kasus yang terus berulang terjadi ini memang harus mendapatkan perhatian serius. Pemerintah dan instansi terkait diharapkan terus meningkatkan pengawasan daging ilegal tersebut. Di sisi lain masyarakatpun diharapkan ikut waspada dengan tidak mudah tergiur oleh penawaran daging dengan harga murah. Sebab biasanya daging celeng dan daging oplosan ini dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan daging sapi.

Nur Wahid, Auditor dan Ketua Bidang Sosialisasi LPPOM MUI.
Sumber : http://pangansehati.wordpress.com/2009/10/30/bedain-daging-ini-daging-itu/

Tekstur Daging

Tekstur daging merupakan suatu fungsi ukuran dari berkas-berkas serat ke dalam mana septa perimisium dari tenunan pengikat membagi-bagi urat daging secara longitudinal. Urat daging yang disusun dengan pola kasar (diameter besar) mempunyai tingkat pertumbuhan pasca lahir yang  besar, demikian pula dengan serabut yang berukuran kecil mempunyai pertumbuhan yang kecil. Ukuran diameter serabut akan  meningkat bersamaan dengan umur, sesuai dengan pertumbuhan ternaknya, tetapi urat daging dengan tekstur halus tidak nampak jelas seperti yang bertekstur kasar. Umumnya hewan jantan mempunyai tekstur daging yang lebih kasar dibanding yang betina, demikian pula dengan hewan yang berkerangka besar. (Lawrie 1995).


Tekstur menunjukkan ukuran ikatan-ikatan serabut otot yang dibatasi oleh septum-septum perimiseal jaringan ikat yang membagi otot secara longitudinal. Tekstur otot dibagi menjadi dua kategori, tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut yang besar dan tekstur halus ikatan-ikatan serabut yang kecil. Ukuran suatu ikatan serabut otot ditentukan oleh jumlah serabut, ukuran serabut dan jumlah perimisium yang mengelilingi dan menyelimuti setiap ikatan serabut otot (Bouton et al., 1977).

Warna Daging (Meat Color)

Menurut Miller (1994b) bahwa persepsi warna daging, baik dalam keadan mentah maupun telah dimasak, mempengaruhi tingkat penerimaan oleh konsumen. Warna daripada daging sangat bervariasi menurut spesies, fungsi otot dalam setiap ternak, umur ternak, dan kondisi penanganan dan penyimpanan. Namun demikian, warna daging pada dasarnya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin otot, suatu pigmen warna yang terdapat pada otot hewan. Peningkatan kandungan mioglobin, meningkatkan intensitas warna dari warna keunguan menjadi merah gelap.

Menurut Lawrie (1995) bahwa warna daging tidak hanya disebabkan oleh kandungan mioglobin, tetapi juga oleh tipe molekul mioglobin  yang dikandungnya (tergantung pada status dan kondisi kimia serta kondisi fisik komponen lain dalam daging). Mioglobin yang berasal dari reduksi metmioglobin dan deoksigenasi oksimioglobin berwarna merah-purple. Oksimioglobin yang berasal dari oksigenasi mioglobin berwarna merah cerah. Metmioglobin dari oksidasi mioglobin bewarna coklat.




Aktifitas otot yang tinggi menyebabkan terbentuknya mioglobin yang lebih banyak, merupakan penyebab variasi warna dari daging yang dihasilkan. Dengan demikian, daging kuda pekerja banyak mengadung mioglobin, daging sapi jantan mengandung mioglobin lebih banyak dari induk sapi, urat daging diafragma yang bekerja terus menerus lebih banyak dibanding dengan otot longissimus yang kurang digunakan (Lawrie 1995).

Warna pada daging dipengaruji oleh pakan. Spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH, dan oksigen faktor-faktor ini dapat mempengaruhi penentuan utama warna pada daging, yaitu konsemtrasi pigmen daging mioglobin, status mioglobin dan kondisi kimia serta fisik daging. Perbedaan warna permukaan daging terutama disebabkan oleh status kimia molekul mioglobin. Bentuk kimia warna daging segar yang diinginkan oleh kebanyakan konsumen adalah merah terang oksimioglobin. Proporsi relatif dan distribusi ketiga pigmen daging, yaitu mioglobin reduksi ungu, oksimioglobin merah terang dan metmioglobin coklat akan menentukan intensitas warna daging (Soeparno, 1994).

Keempukan Daging

Keempukan daging merupakan salah satu penilaian terhadap kualitas daging serta salah satu sifat penting yang mempengaruhi daya terima daging untuk dikonsumsi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, keempukan berada pada urutan teratas, diikuti kesan jus daging (juiciness), bau dan cita rasa (Preston dan Willis, 1982, dalam Ali dan Hatta, 2001)

Keempukan dan tekstur daging merupakan gambaran oleh konsumen yang paling penting dalam menilai kualitas daging, walau terkadang mengorbankan cita rasa dan warna (Lawrie 1995), keempukan daging banyak ditentukan oleh setidaknya tiga komponen daging, yaitu : 1) struktur miofibril dan status kontraksinya, 2) kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya, dan 3) daya ikat air oleh protein daging serta jus daging (Soeparno 1992).


Keempukan dapat ditentukan dengan metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah penilaian sensori berdasarkan pengunyahan daging. Persepsi tentang keempukan selama penguyahan daging melibatkan beberapa aspek, antara lain : 1) mudah atau tidaknya gigi berpenetrasi awal kedalam daging, 2) mudah tidaknya daging tesebut dipecah-pecah kedalam fragmen yang lebih kecil, dan 3) jumlah residu yang tertinggal setelah pengunyahan (Lawrie 1995). Penilaian keempukan cara ini mempunyai 8 skala nilai, dengan nilai 1 adalah sangat keras sekali dan nilai 8 berarti sangat empuk sekali (Miller 1994b). Keempukan daging juga dapat ditentukan dengan metode tidak langsung menggunakan alat, seperti alat Warner-Bratzler shear-force.

Komponen utama daging berpengaruh terhadap keempukan, dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu jaringan ikat, serabut otot, dan keberadaan lemak dalam daging (Aberle et al. 2001). Variasi keempukan antar otot dalam seekor ternak disebabkan oleh jumlah dan jenis jaringan ikat, yang merupakan cerminan fungsi otot tersebut selama hidup. Otot yang berada pada bagian paha lebih banyak digunakan untuk berjalan dibanding dengan otot pada sepanjang tulang belakang, sehingga mempunyai kandungan jaringan yang berbeda, termasuk struktur dan jenis jaringan ikatnya.

Struktur dan Sifat-Sifat Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan, serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2004). Lawrie (2003), menyatakan bahwa daging adalah yang berasal dari hewan yang termasuk limpa, ginjal, otsk serta jaringan-jaringan lain yang dapat dimakan.

Otot merupakan penyusun utama daging, termasuk jaringan ikat, epitel dan jaringan syaraf lain yang terdapat di dalam otot (Aberle, Forrest, Gerrrad, dan Mills, 2001). Otot dan jaringan ikat serta keberadaan lemak didalamnya merupakan penentu karakteristik kualitatif dan kuantitatif daging.

Otot adalah jaringan yang mempunyai struktur dan fungsi utama sebagai penggerak. Ciri suatu otot mempunyai hubungan yang erat dengan fungsinya, maka jumlah jaringan ikat berbeda-beda diantara otot. Jaringan ikat ini berhubungan dengan kealotan daging (Soeparno, 1994).


Otot berisi muscle bundle (berkas otot), berkas otot berisi muscle fiber (serabut otot), serta otot berisi myofibril (benang otot). Myofibril sendiri terdiri dari sarkomer-sarkomer. Dalam sarkomer terdapat myofilamin aktin dan miosin, yang merupakan unsur terkecil yang membentuk daging. Setelah hewan dipotong dan mati akan terjadi rigor mortis atau kejang otot. Kekejangan otot timbul karena terjadinya aktomiosin (hubungan filamen aktin dan miosin). Dengan adanya rigor mortis, daya tegang dari otot jadi hilang, otot jadi pendek sehingga daging jadi pendek (Aberle, Forrest, Hemdrick, Judge, dan Merkel, 2001).

Abustam (1990) menyatakan bahwa otot Pectoralis profundus merupakan yang paling keras dibandingkan otot Semitendinosus dan otot Longissimus dorsi. Hal iini disebabkan karena ketiga otot tersebut berada dalam kualitas dan kuantitas jaringan ikatnya, di mana otot Pectoralis profundus memiliki jaringan ikat yang paling banyak sehingga keempukan yang paling rendah.

Aberle, dkk.., (2001) menyatakan bahwa keempukan daging bervariasi diantara jenis otot, jumlah jaringan ikat dalam otot mempunyai tekstur daging. Otot yang lebih banyak bergerak selama terlihat lebih kasar, sedangkan otot yang kurang digerakkan seperti otot Semitendinosus dan otot Longissimus dorsi maka teksturnya lebih halus.

Secara fisik otot sebagai komponen utama daging terdiri atas berkas-berkas otot atau fasikuli (muscule bundle). Fasikuli ini tersusun dari serabut-serabut otot (musculi fiber), sedangkan serabut otot tesusun dari banyak fibril yang disebut miofibril. Miofibril tersusun dari banyak filamen dan disebut miofilamen, jaringan ikat otot terdiri atas epimisium yang tedapat mengelilingi otot, perimisium terletak diantara fasikuli otot , dan endomisium yang terdapat disekeliling sel atau serabut otot. Endomisium melapisi membran sel, ukurannya sangat kecil, sering disebut serabut retikuler (Soeparno 1992).

Kualitas Daging

Daging merupakan salah satu bahan pangan paling kaya nutrisi untuk konsumsi manusia,  karena kaya akan zat nutrisi berkualitas tinggi, seperti protein, zat besi, vitamin B esensial dan vitamin A (hati). Kandungan total protein yang tinggi dengan kualitas tinggi ditunjukkan dengan asam amino esensial yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan mental dan intelektual selama masa pertumbuhan anak (Aberle, Forrest, Gerrad, 2001).
Daging adalah semua jaringan hewan produk hasil pengolahan jaringan tesebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya . Organ-organ seperti hati ginjal, otak paru-paru jantung dan limpa, pangkreas dan jaringan otot termasuk dalam defenisi ini (Soeparno 1992). Namun demikian dalam batasan umum, yang dimaksud daging adalah urat daging yang dikonversi menjadi daging setelah hewan dipotong.


Perubahan otot menjadi daging yang terjadi secara biokimia dan biofisika ditandai dengan menurunya pH lewat pembentukan asam aktat dan glikolisis secara anaerobik postmortem (Aberle, et al, 2001). Mekanisme anaerobik ini terjadi karena otot-otot tidak mendapatkan lagi oksigen akibat berhentinya peredaran darah setelah pemotongan, sementara itu otot masih tetap hidup dengan menghabiskan cadangan energinya berupa glikogen. Glikogen merupakan penentu karesteristik kualitatif dan kuantitatif daging.

Secara fisik otot sebagai komponen utama daging terdiri atas berkas-berkas otot atau fasikuli (muscule bundle). Fasikuli ini tersusun dari serabut-serabut otot (musculi fiber), sedangkan serabut otot tesusun dari banyak fibril yang disebut miofibril. Miofibril tersusun dari banyak filamen dan disebut miofilamen, jaringan ikat otot terdiri atas epimisium yang tedapat mengelilingi otot, perimisium terletak diantara fasikuli otot , dan endomisium yang terdapat disekeliling sel atau serabut otot. Endomisium melapisi membran sel, ukurannya sangat kecil, sering disebut serabut retikuler (Soeparno 1992).

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging (Soeparno, 1994).

Karakteristik Sapi Peranakan (Limousin)


Sapi Limousin merupakan salah satu jenis dari sapi potong keturunan Bus taurus yang berhasil dijinakkan dan dikembangbiakkan di Prancis. Sapi ini pertama kali ditemukan di kota Limous letaknya diLascaux cave, Prancis. Sapi ini dapat beradaptasi pada berbagai kondisi yang kritis pada musim dingin, mempunyai karakter keindukan, daya hidup tinggi dan mudah dipelihara seperti sapi potong pada umumnya, sapi ini termasuk sapi yang berbadan besar, tinggi 1,5 meter. Sapi Limousin mempunyai bulu yang sangat tebal dan kompak memutupi seluruh tubuhnya, sapi ini juga bisa digunakan sebagai sapi pekerja untuk pertanian karena kekuatan dan kecepatannya dalam pengolahan tanah, lama pemeliharaan bisa mencapai 6-7 anak sampai umur 9 tahun dan bangsa sapi ini sudah banyak diekspor ke berbagai negara (Anomim, 2006).

Bangsa sapi Limousin memiliki warna mulai dari kuning sampai merah keemasan, tanduknya berwarna cerah, bobot lahir tergolong kecil sampai medium yang berkembang menjadi golongan besar pada saat dewasa, betina dewasa dapat mencapai 575 kg sedangkan pejantan dewasa mencapai berat 1100 kg. Fertilitasnya cukup tinggi, mudah melahirkan, mampu menyusi dan mengasuh anak dengan baik serta pertumbuhannya capat (Blakely dan Bade, 1994).

Karakteristik Sapi Bali

Sapi Bali merupakan keturunan Bos sondaicus yang berhasil dijinakkan, dengan ciri-ciri khas putih pada bagian-bagian tubuh tertentu yaitu : pada kaki yang diawali dari sendi tartus dan carpus ke bawah sampai batas kuku, pada bagian belakang  pelvis, tepi daun telinga bagian dalam dan bibir bawah. Sapi Bali usia pedet, memiliki bulu sawo matang, sedang yang betina dewasa berbulu merah bata sejak lahir. Adapun yang jantan dewasa, mempunyai warna bulu hitam. Bila yang jantan dewasa kebiri, maka warna bulu hitam akan berubah menjadi merah bata kembali (Murtidjo, 1990).

Dari karakteristik karkas, sapi bali digolongkan sapi pedaging ideal ditinjau dari bentuk badan yang kompak dan serasi, bahkan nilai lebih unggul daripada sapi pedaging Eropa seperti Hereford, Shortorn (Murtidjo, 1990). Oleh karena itu dianggap lebih baik sebagai ternak pada iklim tropik yang lembab karena memperlihatkan kemampuan tubuh yang baik dengan pemberian makanan yang bernilai gizi tinggi (Williamson dan Payne, 1993).



Variasi merupakan ciri-ciri umum yang terdapat di dalam suatu populasi. Keragaman terjadi tidak hanya antar bangsa tetapi juga di dalam satu bangsa yang sama, antar populasi maupun di dalam populasi, di antara individu tersebut. Keragaman pada sapi Bali dapat dilihat dari ciri-ciri fenotipe yang dapat diamati atau terlihat secara langsung, seperti tinggi, berat, tekstur dan panjang bulu, warna dan pola warna tubuh, perkembangan tanduk, dan sebagainya.

Sapi Bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (Banteng). Warna sapi betina dan anak atau muda biasanya coklat muda dengan garis hitam tipis terdapat di sepanjang tengah punggung. Warna sapi jantan adalah coklat ketika muda tetapi kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai mendekati hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap berwarna coklat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas. (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).

Jenis-jenis kambing

Kambing kacang

Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali dikembangkan di Indonesia. Badannya kecil. Tinggi gumba pada yang jantan 60 sentimeter hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter. Bobot pada yang jantan bisa mencapai 25 kilogram, sedang yang betina seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek. Baik betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek.


Kambing Etawa

Kambing Etawa didatangkan dari India yang disebut kambing Jamnapari. Badannya besar, tinggi gumba yang jantan 90 sentimeter hingga 127 sentimeter dan yang betina hanya mencapai 92 sentimeter. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini mampu menghasilkan susu hingga tiga liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing Etawa dengan kambing lokal dikenal sebagai sebagai kambing "Peranakan Etawa" atau "PE". Kambing PE berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia.

Kambing Jawarandu

Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memliki ciri separuh mirip kambing Etawa dan separuh lagi mirip kambing Kacang. Kambing ini dapat menghasilkan susu sebanyak 1,5 liter per hari.edo

Kambing Saenen

Kambing Saenen berasal dari Saenen, Swiss. Baik kambing jantan maupun betinanya tidak memliki tanduk. Warna bulunya putih atau krem pucat. Hidung, telinga dan kambingnya berwarna belang hitam. Dahinya lebar, sedangkan telinganya berukuran sedang dan tegak. Kambing ini merupakan jenis kambing penghasil susu.

 Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kambing

Jenis-Jenis Sapi Perah

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus. 



Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.

sumber :  http://www.jombangkab.go.id/e-gov/satKerDa/page/3517080/sapi.htm

Jenis-jenis Sapi Potong

Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : 

A. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.
B. Sapi Ongole.
Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.
C. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.
D. Sapi Madura.
Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah.
E. Sapi Limousin.
Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik

Popular Posts