"Ikatlah Ilmu dengan menuliskannya".. ==> “Negeri yang kaya ternak, tidak pernah miskin. Negeri yang miskin ternak, tidak pernah kaya”. -Pepatah Arab-(dalam Campbell dan Lasley, 1985.<==

Penyebaran Populasi Anoa


Info Peternakan.  Menurut Odum (1971) populasi adalah kumpulan mahkluk hidup yang berspesies sama atau memiliki kesamaan genetik dan secara bersama-sama mendiami tempat tertentu dan dalam waktu yang sama pula.


Penyebaran populasi dari spesies anoa (Bubalus depressicornis), menurut Gunawan 1996 di Sulawesi Utara meliputi taman nasional Dumoga Bone,  Minahasa, Gorontalo, Boolang  Mangondo ; di Sulawesi Tengah tersebar  di daerah Donggala, Toli-toli, Taman Nasional Lore lindu, Cagar Alam Lore Kalamanta dan Morowali ; di Sulawesi Selatan terdapat di Luwu, Mammuju dan Enrekang, sementara di Sulawesi Tenggara dijumpai pada wilayah Suaka Marga Satwa Tangjung Amolengo, di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, dan juga terdapat di Kabupaten Kolaka. 
Tabel 2. Taksiran Populasi Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) Berdasarkan Perhitungan Jejak di Taman Nasional Rawa Anoa Watumohai, Februari 1995. 
No
Kompleks hutan yang dihuni
Luas areal Kompleks Hutan (Ha)
Luas plot sensus (Km2)
Jumlah Jejak ditemukan (individu)
Taksiran kepadatan (individu/Km2)
Taksiran populasi disetiap kompleks hutan (individu/Km2)
1.
Lahalo
2.700
12,57
14
0,5568
15,03
2.
Laea
2.700
18,10
16
0,4419
11,93
3
Mando Mandola
2.080
8,05
5
0,3107
6,46
4
Lanowolu
2.400
8,05
7
0,4350
10,44
5
Lalembo
1.600
10,18
8
0,3928
6,29
6
Roraya
4.000
24,46
22
0,4464
17,86
Jumlah
14.480

73
Rata-rata 0,4306
± 0,0802
Total Populasi
68,01 ± 4,62
Sumber : Gunawan dan Tikupadang (1997)

Dari hasil perhitungan individu melalui jejak diketahui bahwa populasi  Anoa dataran rendah di 6 kompleks hutan yang diteliti berjumlah antara 36 – 73 ekor dengan kerapatan individu rata-rata 0,35 sampai 0,51 per km2 atau kira-kira 5 individu per 10 km2.

Jumlah populasi tersebut termasuk tinggi jika dibandingkan dengan populasi anoa pegunungan  di Cagar Alam Faruhumpenei yang berkisar antara 0,0028 – 0,01 individu per 10 km2 atau 0,028 – 1,0 individu per 100 km2 (Tikupadang et al, 1994)  dan populasi anoa dataran tinggi di Hutan Lindung Kambuno Karena yaitu 0, 0076 – 0,0184 individu per 10 km2 atau 0,76 – 1,84 individu per100 km2 (Tikupadang et al, 1996)
Tingginya populasi  anoa dataran rendah, selain di pengaruhi oleh tersedianya komponen habitat yang dibu tuhkan untuk sumber pakan, perlindungan dan areal tempat bermain dan kawin juga tidak adanya predator mamalia besar selain dari aktivitas perburuan, kemungkinan yang menjadi predator adalah buaya. Yang hidup di sungai-sungai hutan bakau.  Anoa dataran rendah yang hidup di savanna dan di rawa, habitat yang relative terbuka mungkin lebih mudah di buru.  Oleh sebab itu, anoa dataran rendah mengembangkan sistem sosial yang berkelompok, berbeda dengan anoa dataran tinggi yang hidup di hutan primer  dengan vegetasi rapat  dalam system yang lebih bersifat soliter (Tikupadang, 1994).  Adaptasi anoa dataran rendah dalam menghindari dalam menghindari perburuan adalah mengunjungi areal terbuka dsalam 3 – 7 hari.  Perilaku dalam menghindari  kemungkinan perburuan lainnya adalah anoa akan berpindah-pindah lokasi tiduir setiap hati  (Tikupadang, 1994).

Berdasarkan data yang diperoleh terhadap ukuran  dan pola jejak, dapat dikenali beberapa anak anoa yang masih diasuh oleh induknya yaitu di kompleks hutan Lahalo satu ekor, Leae dua ekor dan Roraya empat ekor.  Pada kasus tersebut selalu ditemukan dua macam jejak yaitu yang berukuran besar dan kecil dengan  pola beriringan atau berdampingan, dengan demikian diketahui bahwa anoa dataran rendah hidup secara berkelompok pada masa mengasuh anak. Setelah dewasa dan mampu mandiri anak anoa akan meninggalkan induknya, selanjutnya anak dan induk  tersebut hidup secara soliter  sampai menemukan pasangannya untuk kawin. Bismark dan Gunawan (1996), melaporkan  bahwa berdasarkan aktivitas hariannya individu dewasa dan remaja lebih bersifat  soliter dalam mencari makan  sedangkan yang berpasangan besar kemungkinan terjadi pada saat betina birahi .

Kelompok jejak yang terdiri dari dua macam ukuran dengan pola beriringan atau berdampingan, menunjukkan bahwa jumlah anak  pada setiap kelahiran (pada kasus di Taman Nasioal Rawa Aopa Watumohai ) adalah satu ekor.  Pada penelitian yang dilakukan oleh  Tikupadang dan Gunawan (1994) ditemukan tujuh ekor anak anoa yang masih diasuh induknya.  Persentase kelas umur yang didasarkan pada ukuran jejak dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Persentase Kelas Umur Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis)  di 6 Lokasi Pengamatan di Taman Nasional Rawa Aopa Warumohai.
Kelas Umur
Ukuran Jejak
Persentase
Anak
< 6,0 cm
10,2
Remaja
6,0 – 7,5 cm
30,9
Dewasa
> 7,5 cm
58,9
Jumlah (Total)
100,0
Sumber : Gunawan dan Tikupadang (1997)
Penyusun : Popalayah
Judul Makalah : Habitat dan Status Populasi Anoa
Di Presentasikan Pada Seminar Jurusan Universitas Hasanuddin Makassar

Popular Posts